"Permata yang senantiasa dirindu, Semoga
kalian senantiasa sehat dan baik"
Pintu
kehidupan terbuka, bunga mulai bermekaran ditaman laksana surga yang
dijanjikan, surga dunia kebahagiaan orang tua. Waktu terus berlalu dengan
berselimut penantian dan harap-harap cemas, mungkinkah benih kehidupan yang tak
lama lagi akan melihat kehidupan setelah mengucap janji suci pada tuhannya akan
melihat cahaya ataukah kegelapan, membawa cahaya atau kegelapan, menepati janji
atau ingkar. Takdir telah ditentukan, tinta telah kering. Terdengar suara
tangisan bayi dan kumandang azan ditelingan kanan, berbalas iqamah ditelinga
kiri. Awal kehidupan seorang hamba telah dimulai, bertahan dari dingin dan
panasnya waktu yang menerpa sampai akhir kehidupan. Air mata hangat mengalir penuh
haru, senyum tanda bahagia dari sanak keluarga. Harapan besar untukmu anakku,
jadilah besar, jadilah pembawa cahaya ilmu dan kebahagian pada alam serta
isinya. November, kalian menambah kebahagiaan dan keceriaan orang tua kita.
Tumbuh besar menjadi anak yang mengenal penciptan-Nya, mengabdi pada-Nya,
karena kalian tau bahwa ridho Allah terletak pada ridho orang tua dan murka
Allah terletak pada murka kedua orang tua. Tidak banyak harapan mereka kepada
kita semua, mereka hanya ingin kita mengabdi pada Allah, berbakti pada mereka,
berbagi pada sesama. Tahun demi tahun telah berlalu dan bulan November tak
pernah ketinggalan dalam absen tahunan. Orang tua kita mungkin tidak menyadari
bahwa umur kalian senantiasa bertambah dan kelak satu persatu akan meninggalkan
rumah, mencari jalan hidup, menikmati peraduan. November kali ini menjadi bukti
bahwa tidak seorang pun dari empat anaknya yang lahir di bulan tersebut dan
satu dibulan lain, hadir bersama hari-hari mereka lagi, anak-anaknya telah jauh
dari jarak pandangan mata menjadikan hati senantiasa bersaksi bahwa mereka ada
dan dekat. Hati yang bersaksi menjelma menjadi rindu yang mendera, rasa ingin
dekat dan terus dekat, bercengkrama dan terus bercanda mulai menyelimuti.
Anakku, kata mereka. Aku rindu akan kalian disisiku, makan bersama denganku,
mendengarkan suara kalian setiap aku terjaga dari tidur, mengganggu emosi mama
dengan keaktifan kalian, merengek dipundak bapak yang lelah sepulang dari
sawah, kali ini hanya mampu mendengar suaramu dari jauh lewat kecanggihan
teknologi yang diciptakan manusia. Tapi anakku tahukah kalian itu tidak dapat
megurangi apalagi mengobati rindu kami ini, kami tidak tau apakah rindu kalian
sama dengan rindu yang kami rasakan mungkin kesibukan kalian disekolahan dengan
tugas, teman-teman, dan segala aktifitas lainnya membuat lupa dengan kami dan
bahkan jarang dalam sehari mengingat kami. Namun percayalah nak tidak
sedikitpun waktu kami berlalu tanpa mengingat kalian, membayangkan wajah-wajah
kalian. Bahkan tidur yang selama ini nyenyak tidak dapat kami rasakan lagi,
kasur yang dulu empuk rasanya seperti tembikar yang kering. Anakku,
baik-baiklah ditanah perantauan. Allah adalah penjaga yang terbaik, bahkan kami
sedikitpun tidak mampu menjagamu hanya mampu meminta doa kepada sang pengabul
doa agar kalian senatiasa berada dijalan yang diridhai-Nya. Jangan tanyakan doa
kami setelah shalat wajib, bahkan doa setelah shalat tahajjud, dhuha, dan
sunnah bertaburan untuk kalian. Jangankan setelah shalat, semua waktu yang kami
laluipun penuh doa untuk kalian. Saat ini kami sadar bahwa kalian ditakdirkan
lahir dan besar diantara kami tetapi kalian bukan milik kami, kalian miliki
masyarakat yang butuh akan kehadiran kalian. Satu pesan kami, jadikan hati
kalian bercaya, memancarkan cahaya, tetap dekat dengan-Nya dan doakan kami
seingat kalian.
0 komentar:
Posting Komentar