Artikel

Hidup Berselimut Cahaya


"Permata yang senantiasa dirindu, Semoga kalian senantiasa sehat dan baik"

Pintu kehidupan terbuka, bunga mulai bermekaran ditaman laksana surga yang dijanjikan, surga dunia kebahagiaan orang tua. Waktu terus berlalu dengan berselimut penantian dan harap-harap cemas, mungkinkah benih kehidupan yang tak lama lagi akan melihat kehidupan setelah mengucap janji suci pada tuhannya akan melihat cahaya ataukah kegelapan, membawa cahaya atau kegelapan, menepati janji atau ingkar. Takdir telah ditentukan, tinta telah kering. Terdengar suara tangisan bayi dan kumandang azan ditelingan kanan, berbalas iqamah ditelinga kiri. Awal kehidupan seorang hamba telah dimulai, bertahan dari dingin dan panasnya waktu yang menerpa sampai akhir kehidupan. Air mata hangat mengalir penuh haru, senyum tanda bahagia dari sanak keluarga. Harapan besar untukmu anakku, jadilah besar, jadilah pembawa cahaya ilmu dan kebahagian pada alam serta isinya. November, kalian menambah kebahagiaan dan keceriaan orang tua kita. Tumbuh besar menjadi anak yang mengenal penciptan-Nya, mengabdi pada-Nya, karena kalian tau bahwa ridho Allah terletak pada ridho orang tua dan murka Allah terletak pada murka kedua orang tua. Tidak banyak harapan mereka kepada kita semua, mereka hanya ingin kita mengabdi pada Allah, berbakti pada mereka, berbagi pada sesama. Tahun demi tahun telah berlalu dan bulan November tak pernah ketinggalan dalam absen tahunan. Orang tua kita mungkin tidak menyadari bahwa umur kalian senantiasa bertambah dan kelak satu persatu akan meninggalkan rumah, mencari jalan hidup, menikmati peraduan. November kali ini menjadi bukti bahwa tidak seorang pun dari empat anaknya yang lahir di bulan tersebut dan satu dibulan lain, hadir bersama hari-hari mereka lagi, anak-anaknya telah jauh dari jarak pandangan mata menjadikan hati senantiasa bersaksi bahwa mereka ada dan dekat. Hati yang bersaksi menjelma menjadi rindu yang mendera, rasa ingin dekat dan terus dekat, bercengkrama dan terus bercanda mulai menyelimuti. Anakku, kata mereka. Aku rindu akan kalian disisiku, makan bersama denganku, mendengarkan suara kalian setiap aku terjaga dari tidur, mengganggu emosi mama dengan keaktifan kalian, merengek dipundak bapak yang lelah sepulang dari sawah, kali ini hanya mampu mendengar suaramu dari jauh lewat kecanggihan teknologi yang diciptakan manusia. Tapi anakku tahukah kalian itu tidak dapat megurangi apalagi mengobati rindu kami ini, kami tidak tau apakah rindu kalian sama dengan rindu yang kami rasakan mungkin kesibukan kalian disekolahan dengan tugas, teman-teman, dan segala aktifitas lainnya membuat lupa dengan kami dan bahkan jarang dalam sehari mengingat kami. Namun percayalah nak tidak sedikitpun waktu kami berlalu tanpa mengingat kalian, membayangkan wajah-wajah kalian. Bahkan tidur yang selama ini nyenyak tidak dapat kami rasakan lagi, kasur yang dulu empuk rasanya seperti tembikar yang kering. Anakku, baik-baiklah ditanah perantauan. Allah adalah penjaga yang terbaik, bahkan kami sedikitpun tidak mampu menjagamu hanya mampu meminta doa kepada sang pengabul doa agar kalian senatiasa berada dijalan yang diridhai-Nya. Jangan tanyakan doa kami setelah shalat wajib, bahkan doa setelah shalat tahajjud, dhuha, dan sunnah bertaburan untuk kalian. Jangankan setelah shalat, semua waktu yang kami laluipun penuh doa untuk kalian. Saat ini kami sadar bahwa kalian ditakdirkan lahir dan besar diantara kami tetapi kalian bukan milik kami, kalian miliki masyarakat yang butuh akan kehadiran kalian. Satu pesan kami, jadikan hati kalian bercaya, memancarkan cahaya, tetap dekat dengan-Nya dan doakan kami seingat kalian.

About Unknown

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.